Senin, 08 April 2013

makalah kekuatan politik



Tugas :
“KEKUATAN POLITIK INDONESIA”
(Peran Birokrasi)





Di susun Oleh :

agustan
 B 401 11 050


JURUSAN ADMINISTRASI NEGARA
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TADULAKO
               2012




KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang maha kuasa karena atas rahmat dan karunianyalah Makalah yang berjudul KEKUATAN POLITIK MELALUI PERAN BIROKRASI ini dapat kami selesaikan, makalah ini penulis susun berdasarkan buku resensi dan internet.
Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat menjadi bahan pengetahuan bagi masyarakat ataupun orang banyak,dengan demikian wawasan mahasiswa ataupun masyarakat yang membaca makalah ini bertambah luas.
“Tiada Gading Yang Tak Retak” demikian kata pepatah menyatakan segala kritik dan saran sangat penulis harapkan demi kesempurnaan Makalah ini. Akhirnya,Tak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah memberikan saran dan pendapatnya sehingga makalah ini bisa terbit.
 Wassalamu Alaikum WR WB










DAFTAR ISI
HAL. JUDUL......................................................................................................
KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I. Pendahuluan
A.    Latar belakang...................................................................................... 01
B.     Rumusan Masalah................................................................................ 02
C.    Tujuan................................................................................................... 02
BAB II. Pembahasan
A.    Pengertian Birokrasi.............................................................................03
B.     Ciri-ciri Birokrasi..................................................................................03
C.    Asas-asas Birokrasi...............................................................................05
D.    Pokok-Pokok Kebijakan Reformasi Birokrasi..................................06
BAB III. Penutup
A.       Kesimpulan..........................................................................................12
B.       Saran.....................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................13






BAB I
PENDAHULUAN
a.      Latar belakang
Kekuatan-kekutan politik di manapun di atas dunia selalu pada dirinya mencerminkan masalah-masalah mendalam ke sejarahan dan struktural dimana kekuatan-kekuatan politik kontenporer yang menampilkan diri sebagai PARPOL, Angkatan Bersenjata, Pemuda, Mahasiswa, Kaum Intelektual dan golongan pengusaha, kelompok-kelompok penekan lain nya serta Brokrasi malah sering di kemukakan sebagai bentuk-bentuk luar dari masalah-masalah mendalam seperti perkembangan pikiran,ideologi,nilai-nilai, struktur sosial dan ekonomi.
Jika kekuatan politik dilihat secara demikian analisa dan deskripsi serta pemahaman-pemahaman mengenai kecenderungan-kecenderungan politik serta kekuatan-kekuatan politik yang terlibat di dalamnya akan bersifat menyeluruh dan mendalam serta yang lebih penting lagi akan memiliki dimensi sruktural dan kesejarahan.           
Birokrasi berasal dari kata bureaucracy (bahasa inggris bureau + cracy), diartikan sebagai suatu organisasi yang memiliki rantai komando dengan bentuk piramida, dimana lebih banyak orang berada ditingkat bawah dari pada tingkat atas, biasanya ditemui pada instansi yang sifatnya administratif maupun militer.
Pada rantai komando ini setiap posisi serta tanggung jawab kerjanya dideskripsikan dengan jelas dalam organigramOrganisasi inipun memiliki aturan dan prosedur ketat sehingga cenderung kurang fleksibel.Ciri lainnya adalah biasanya terdapat banyak formulir yang harus dilengkapi dan pendelegasian wewenang  harus dilakukan sesuai dengan hirarki kekuasaan.




b.      Rumusan masalah
1.      Mengenal apa yang di maksud dengan birokrasi
2.      mengetahui bagaimana perang dari birokrasi tersebut pada masa orba,orla dan revormasi

c.       tujuan
adapun beberapa tujuan mengapa kita perlu mempelajari tentang KEKUATAN POLITIK INDONESIA adalah sebagai berikut:
1.      kita dapat mengetahui bagaimana sistem birokrasi yang ada di Indonesia
2.      Kita dapat mengetahui ciri-ciri birokrasi.














BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian
Secara teoritis birokrasi adalah alat kekuasaan untuk menjalankan keputusan-keputusan politik, namun dalam prakteknya birokrasi telah menjadi kekuatan politik yang potensial yang dapat merobohkan kekuasaan. Birokrasi juga merupakan alat politik untuk mengatur dan mewujudkan agenda-agenda politik, sifat kekuasaan aparat birokrasi sebenarnya bukan tanpa kendali tetapi tetap dibatasi oleh perangkat kendali dari luar dan dari dalam. Birokrasi juga dapat dibedakan dengan dua tipe, yaitu tipe birokrasi klasik dan birokrasi perilaku.

Max Weber memandang Birokrasi sebagai suatu istilah kolektif bagi suatu badan yang terdiri atas pejabat-pejabat atau sekelompok yang pasti dan jelas pekerjaannya serta pengaruhnya dapat dilihat pada semua macam organisasi.

B.     Ciri-ciri birokrasi dan pelaksanaan nya
 menurut Max Weber ciri-ciri birokrasi antara lain :
§  Jabatan administratif yang terorganisasi/tersusun secara hirarkis. (Administratice offices are organized hierarchically)
§  Setiap jabatan mempunyai wilayah kompetensinya sendiri (Each office has its own area of competence)
§  Pegawai negeri ditentukan, tidak dipilih, berdasarkan pada kualifikasi teknik yang ditunjukan dengan ijazah atau ujian. (Civil cervants are appointed, not electe, on the basis of technical qualifications as determined by diplomas or examination)
§  Pegawai negeri menerima gaji tetap sesuai dengan pangkat atau kedudukannya. (Civil servants receive fixed salaries according to rank)
§  Pekerjaan merupakan karir yang terbatas, atau pada pokoknya, pekerjaannya sebagai pegawai negeri. (The job is a career and the sole, or at least primary, employment of the civil servant)
§  Para pejabat tidak memiliki kantor sendiri. (The official does not own his or her office)
§  Para pejabat sebagai subjek untuk mengontrol dan mendisiplinkan. (the official is subject to control and discipline)
§  Promosi didasarkan pada pertimbangan kemampuan yang melebihi rata-rata. (Promotion is based on superiors judgement)

Dalam pemerintahan, kekuasaan publik dijalankan oleh pejabat pemerintah atau para birokrat yang melaksanakan tugasnya sesuai dengan peranan dan fungsinya dalam sistem birokrasi negara dan harus mampu mengendalikan orang-orang yang dipimpinnya. Birokrasi dalam hal ini mempunyai tiga arti, yaitu :
1.    Sebagai tipe organisasi yang khas;
2.    Sebagai suatu sistem;              
3.    Sebagai suatu tatanan jiwa tertentu dan alat kerja pada organ negara untuk mencapai tujuannya.
Fritz Morstein Marx mengatakan (terjemahan) :
“bahwa tipe organisasi yang dipergunakan pemerintah yang modern untuk pelaksanaan berbagai tugas-tugas yang bersifat spesialis, dilaksanakan dalam sistem administrasi dan khususnya oleh aparatur pemerintah”.
Birokrasi juga dimaksudkan untuk mengorganisir secara teratur suatu pekerjaan yang dilakukan banyak orang, birokrasi adalah tipe dari suatu organisasi untuk mencapai tugas-tugas administrasi besar dengan cara mengkoordinasi secara sistematis atau teratur pekerjaan dari banyak orang. Birokrasi sebagai suatu sistem kerja dimaksudkan sebagai sistem kerja yang berdasarkan atas tata hubungan kerja sama antara jabatan-jabatan secara langsung mengenai persoalan yang formil menurut prosedur yang berlaku dan tidak adanya rasa sentimen tanpa emosi atau pilih kasih, tanpa pamrih dan prasangka.

Apa yang ingin ditonjolkan disini adalah suatu tata hubungan antara jabatan-jabatan, pejabat-pejabat, unit instansi dan departemen pemerintahan. Dalam tata hubungan ini, bagaimana suatu penyampaian gagasan, rencana, perintah, nilai-nilai, perasaan dan tujuan dapat diterima dengan baik oleh pihak lain sebagai penerima dengan cara penyampaiannya harus mudah dan tepat serta berdasarkan hukum.


Untuk mengetahui kondisi Orde Lama, disini dipakai konsep yang diambil Mahfud MD dari penjelasan Yahya Muhaimin, bahwa dalam model bapakisme (hubungan bapak-anak), “bapak” (patron) dilihat sebagai tumpuan dan sumber pemenuhan kebutuhan material bahkan spritual serta pelepasan kebutuhan emosional “anak-bapak” (client) dan sebaliknya para anak buah dijadikan sebagai tulang punggung yang setia dari bapak, membantu terselenggaranya upacara-upacara keluarga, memasuki atau keluar dari organisasi politik yang dikehendaki oleh bapak, bahkan tak jarang bersedia berkorban jiwa untuk mempertaruhkan kepentingan bapak yang harus dihormati, ditaati, dan pantang ditentang.

Sebagaimana karier politik seseorang begitu juga halnya dengan pekerjaan dan jabatan-jabatan birokrasi bersandar kepada kecerdikannya memelihara dan memanfaatkan hubungan pribadi dan hubungan politik lebih banyak ditentukan oleh persetujuan dan penunjukan dari pemegang jabatan di tingkat atas. Keadaan birokrasi di Indonesia masa kini dipengaruhi oleh peninggalan masa lampau berupa konsep politik kelompok etnis Jawa tradisional yang aristokratis.

Pada masa Mataram kuno mengenal kelompok punggawa (priyayi) atau pejabat yang diberi hak atas tanah, menarik pajak atau sejenisnya dari rakyat tanpa batasan maupun peraturan yang pasti lalu diberikan kepada raja setelah diambil sekedarnya oleh para punggawa (abdi dalem) tersebut.

Pada sistem ini tak ada kekuatan penyeimbang di luar birokrasi yang mampu melakukan kontrol terhadap aparat birokrasi. Sehingga membuat birokrasi suka bertindak sewenang-wenang dan tak merasa bertanggung jawab kepada rakyat, dan di pihak rakyat menjadi pasif, tak aktif berpartisipasi dalam kehidupan politik dan ekonomi. (Mahfud MD., 1993 : 112).

Menurut Isa Anshori, semenjak kemerdekaan birokrasi diperlakukan sebagai kelas istimewa, hal ini dimaklumi bahwa pada saat itu birokrasi merupakan sarana yang mempersatukan bangsa. Berlanjut pada era demokrasi parlementer, birokrasi menjadi incaran dari berbagai kekuatan politik yang ada. Misalnya partai-partai politik mulai melirik untuk menguasai birokrasi pemerintah, bahkan antara tahun 1950-1959 birokrasi pemerintahan berada dibawah kepemimpinan partai politik yang menjadi mayoritas di dalam parlemen. Parlemen menjadi kuat, tetapi sebaliknya lembaga eksekutif semakin lemah. Namun, rakyat tetap saja tak beruntung karena birokrasi menjadi lahan KKN partai politik.

Kehidupan politik yang demokratik pada masa pasca kemerdekaan yang di warnai oleh sistem pemerintahan parlementer membawa implikasi yang besar terhadap birokrasi Indonesia. Yang menjadi kepala pemerintah adalah Perdana Menteri yang merekrut para menteri dari partai-partai politik tertentu sesuai dengan bentuk koalisi pemerintahan yang terjadi pada waktu itu.

Maka, yang terjadi kemudain adalah para menteri yang direkrut tersebut menjadikan departemen yang dipimpinnya sebagai sumber mobilisasi dukungan bagi partai politiknya. PNI menguasai departemen dalam negeri dan departemen penerangan, Masyumi dan NU menguasai departemen agama.

Menurut Afan Gaffar (2006: 232) Birokrasi pasca kemerdekaan mengalami proses politisasi, sekaligus fragmentasi. Sekalipun jumlahnya tidak terlampau besar, aparat pemerintah bukanlah sebuah organisasi yang menyatu karena sudah terkapling-kapling kedalam partai-partai politik yang bersaing dengan intensif guna memperoleh dukungan.

Hal itu berjalan terus sampai masa pemerintahan demokrasi terpimpin. Arah gerak birokrasi masih mengalami polarisasi yang sangat tajam dengan mengikuti arus polarisasi politk masyarakat. Sekalipun pengaruh partai politik sedikit-demi sedikit mengalami penagruh terbatas, karena dibubarkan oleh Soekarno. Kecuali PKI dan Angkatan Darat.

Meminjam pendapat Karl D. Jakson, melihat Orde Baru sebagai Bureaucratic polity atau Negara Birokratik. Dalam negara seperti ini, biasanya sekelompok kecil elite menguasai sepenuhnya penggambilan keputusan politik negara. Sementara masyarakat hanya dilibatkan dalam proses implementasi kebijakan.

Dwight King menyebutnya Orde Baru sebagai Bereaucratic Authoriterian with limited purality. Artinya birokrat baik Sipil maupun Militer memang sangat dominan, bahkan cenderung otoriter, tetapi warna pluralisme tetap ada, sekalipun terbatas. Yaitu, dengan mengorganisasikan kepentingan secara korporatis, seperti kepentingan buruh, petani, guru dan lain sebagainya, yang disusun secara vertikal, tidak horizontal yang dikenal dalam demokrasi.

Harold Crouch menyebutnya state-qua state. Ruth McVey mengatakan Beamtenstaat atau Negara pejabat. Sedangkan William Liddle mengajukan tiga jajaran utama, dengan membuat piramida kekuasaan di Indonesia yaitu, presiden dengan semua atributnya, angkatan bersenjata, dan birokrasi. Kekuasaan presiden menempati puncak piramida yang ada dalam struktur kekuasaan secara keseluruhan. Sekalipun menurut konstitusi presiden mempunyai kedudukan yang sama dengan lembaga tinggi negara lainnya, seperti DPR, MA, BPK, dan DPA. Tetapi presiden merupakan primus inter pares, yang utama dari yang setara. Presiden mengontrol rekruitmen politik dalam negara, termasuk untuk jabatan lembaga tinggi negara, seperti anggota legislatif dan yudikatif. Jajaran kedua adalah Angkatan Bersenjata.

Pada kehidupan politik Orde Baru, angkatan bersenjata mempunyai peranan politik yang sangat penting, terutama Angkatan Darat sebagai stabilisator dan dinamisator politik. ABRI bergerak dibidang politik, ekonomi, sosial kemasyarakatan, termasuk bidang olah raga dan kesenian. ABRI memainkan peranan politiknya secara langsung melalui organisasi sosial dan politik yang ada, misalnya pada Golkar.

Jajaran ketiga adalah Birokrasi. Bahwa pengaruh birokrasi dalam sistem politik Orde Baru sangat tinggi. Karena Masyarakat sulit untuk menghindar dari berurusan dengan Birokrasi. Misalnya mengurus surat izin usaha, kesulitan dan kerumitan bila tidak dilampirkan dengan sesajen. Rakyat di anggap bodoh dan tidak perlu tahun ini itu (Afan Gaffar, 2006: 36,37,38,39).

Lanjut Afan Gaffar, Indonesia pada masa Orde Baru telah terjadi proses depolitisasi yang sangat efektif terhadap institusi yang ada. Depolitisasi dilakukan dengan cara: pertama, dengan mewujudkan konsep ”massa mengambang” atau ”floating mass”. Kontrol politik terhadap partai politik non-pemerintah akan semakin gampang dilakukan. Depolitisisasi massa dijalankan untuk mencapai Dua tujuan utama.

Pertama, agar pemerintah Orde Baru dengan mudah membentuk format politik yang sesuai dengan kehendaknya. Kedua, sebagai dasar bagi terwujudnya stabilitas politik yang sangat di perlukan dalam rangka menyukseskan pembangunan ekonomi nasional. Kedua, mewujudkan prinsip monoloyalitas terhadap semua pegawai negeri atau yang bekerja dalam lingkunagan instansi pemerintahan. Ketiga, emaskulasi partai-partai politik yang ada. Hal tersebut dilakukan dengan dua macam cara, yaitu dengan melakukan ”regrouping”  atau penyederhanaan sistem kepartaian dan mengontrol rekruitmen pimpinan utama partai tersebut, sehingga partai-partai tersebut mempunyai pimpinan yang akomodatif dengan pemerintah.


Pemerintah sudah menganggap bahwa reformasi birokrasi adalah suatu kegiatan yang memang harus segera dilakukan, sehingga program ini sudah mulai dicanangkan sejak tahun 2004, bahkan begitu pentingnya reformasi birokrasi ini sehingga dalam Kabinet Indonesia Bersatu II  yang dibentuk oleh Presiden pada tanggal 22 Oktober 2009 mencanangkan program reformasi birokrasi dengan memasukkan unsur nomenklaturnya dalam kementrian.
Hal tersebut dapat dilihat dari penamaan kementrian yang ada komponen penambahan reformasi birokrasi yaitu dalam wadah Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.Penambahan fungsi kelembagaan tersebut mencerminkan bahwa reformasi birokrasi menjadi salah satu prioritas dan perlu segera dituntaskan dalam bentuk program yang nya ta. Bahkan pada masa akhir Kabinet Indonesia Bersatu I, pemerintah sudah mencanangkan bahwa reformasi birokrasi sudah selesai pada tahun 2011 untuk tingkat kementrian dan lembaga.

Dalam pidato kenegaraan yang disampaikan pada sidang paripurna Dewan Perwakilan Daerah tanggal 19 Agustus 2009, Presiden Susilo Bambang Yudoyono menekankan bahwa pembenahan birokrasi merupakan proses yang berkesinambungan dan menyeluruh karena menyangkut perubahan sikap dan tingkah laku seluruh jajaran aparat pemerintah dari tingkat paling tinggi hingga tingkat pelaksana.

Lebih lanjut lagi dikemukakan bahwa perubahan tersebut tidak hanya menyangkut struktur organisasi, juga menyangkut cara kerja, disiplin dan komitmen pada kinerja serta terbangunnya sistem insentif dan hukuman  yang adil dan setara.Pidato ini dapat tanggapan dan meragukan apa betul pada tahun 2011 sudah dapat dituntaskan karena kesiapan dari perangkat peraturan perundangan yang belum lengkap, juga perlu adanya reorganisasi dan restrukturisasi organisasi pemerintah serta perbaikan sistem dan rekruitmen Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dalam reorganisasi lembaga pemerintah harus ada keberanian untuk merampingkan struktur organisasi instansi pusat dan kemungkinan penambahan untuk instansi daerah
Sedangkan untuk tata laksana adalah dengan terwujudnya ketatalaksanaan yang lebih cepat, tidak berbelit, mudah dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang dilayani. Berbelitnya ketatalaksanaan berupa prosedur kerja tentu saja akan berdampak terhadap tingkat pelayanan kepada masyarakat, misalnya proses pengurusan perijinan membutuhkan waktu yang lama dan akan berdampak pula terhadap biaya pengurusan perijinan tersebut yang menjadi lebih mahal dan tidak efisien.
Dengan pelaksanaan reformasi birokrasi ini diharapkan terciptanya  Good Governance yaitu suatu tata pemerintahan yang baik, dimana adanya suatu sistem yang memungkinkan terjadinya pemerintahan negara yang efisien dan efektif dengan menjaga sinergi antara pemerintah, swasta dan masyarakat. Pemerintah selalu berusaha untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi swasta dan masyarakat dengan memberikan kemudahan untuk pengaturan perijinan dan peningkatan pelayanan, sementara swasta menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat, dan masyarakat sebagai pengawas kebijakan dan pelaksana kebijakan pemerintah sehingga adanya social control.
Untuk menciptakan negara yang demokratis dengan menekan tingkat korupsi serta untuk mewujudkan  good governance, maka perlu ada reformasi birokrasi yaitu perubahan mendasar menuju perbaikan dalam hal birokrat yang profesional dan kompeten sebagai pelaku penyelenggara negara, penyempurnaan kelembagaan yang fleksibel, efisien dan efektif, serta perbaikan sistem dan prosedur yang simpel dan tidak berbelit  disinilah peranan arsip dan management kearsipan terutama dalam penyediaan arsip sebagai informasi dan sumber informasi untuk bahan pertanggungjawaban dan penyajian secara transparan.
Arsip Nasional RI bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika sebagai penangung jawab dan  pembina informasi publik merumuskan dan membuat daftar arsip yang dapat diakses untuk publik yang tercipta dari masing-masing lembaga pencipta. Daftar arsip yang dapat diakses ini nantinya yang akan dijadikan oleh pencipta arsip pada lembaga pemerintah k hususnya untuk dapat disajikan kepada pengguna informasi.
Birokrat dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya harus dilandasi persepsi dan kesadaran hukum yang tinggi, adapun ciri-ciri birokrasi, yaitu :
1.      Adanya pelaksanaan prinsip-prinsip organisasi dengan sepenuhnya;
2.      Adanya peraturan yang benar-benar ditaati;
3.      Para pejabat bekerja dengan penuh perhatian menurut kemampuan masing-masing (sense of belonging);
4.      Para pejabat terikat oleh disiplin;
5.      Para pejabat diangkat berdasarkan syarat-syarat teknis berdasarkan peraturan (meryt system);
6.      Adanya pemisahan yang tegas antara urusan dinas dan urusan pribadi.


C.     Asas-Asas Birokrasi
Dalam melaksanakan birokrasi negara, setiap pejabat dalam melaksanakan tugasnya dilengkapi dengan dua asas, yaitu:
1.    Asas Legalitas
Asas ini berarti tidak ada satu pun perbuatan atau keputusan dari pejabat atau para birokrat yang bersangkutan, boleh dilakukan tanpa dasar suatu ketentuan undang-undang, untuk itu para pejabat atau para birokrat harus memperhatikan delapan unsur legalitas, yaitu peraturan tertulis, penyebaran atau penggunaan peraturan, tidak berlaku surut, peraturan bisa dimengerti, tidak bertentangan satu sama lain, tidak menuntut diluar kemampuan orang, tidak sering berubah-ubah dan sesuai antara peraturan dan pelaksanaannya.
2.    Asas Freies Ermessen atau Diskresi
Artinya pejabat atau para birokrat tidak boleh menolak mengambil keputusan dengan alasan tidak ada peraturan, oleh karena itu diberikan kebebasan untuk mengambil keputusan menurut pendapatnya sendiri asalkan tidak melanggar asas legalitas.
Dalam setiap hal yang dikerjakan oleh aparatur administrasi negara, dapat dilihat apa yang menjadi hak, kewajiban, tanggung jawab serta peranan aparatur administrasi negara. Adapun hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh seorang aparatur administrasi negara (birokrat) adalah :
1.      Wajib atau taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2.      Wajib membuat suatu kebijaksanaan terhadap suatu hal walaupun tidak ada peraturan yang mengaturnya, hal ini sesuai dengan freies ermessen;
3.      Harus sesuai dengan susunan pembagian tugas;
4.      Wajib melaksanakan prinsip-prinsip organisasi;
5.      Wajib melaksanakan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB).
Birokrasi yang seharusnya bekerja melayani dan berpihak kepada rakyat berkembang menjadi melayani penguasa dengan keberpihakan pada politik dan kekuasaan. Masyarakat selama ini masih berpandangan bahwa birokrasi (administrasi negara) sama dengan pemerintah, padahal keduanya berbeda dan tidak dapat disamakan.


D.    Pokok-Pokok Kebijakan Reformasi Birokrasi
-          dasar pelaksanaan Reformasi Birokrasi (RB)
Dasar pelaksanaan Reformasi Birokrasi adalah Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014.  Secara teknis kedua kebijakan tersebut dilengkapi dengan berbagai pedoman yang termuat dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 7 s.d 15 Tahun 2011.
Ø  Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 15 Tahun 2008
Permenpan tersebut sudah tidak berlaku.  K/L yang masih menggunakan pedoman tersebut untuk mengajukan RB agar melakukan perbaikan dan penyesuaian sesuai dengan Perpres 81/2010 dan juga Permenpan dan RB 20/2010.  Perbaikan dokumen tersebut dapat dikirimkan ulang.
Birokrasi menguasai banyak aspek dari hajat hidup masyarakat. Mulai dari urusan kelahiran, pernikahan, perizinan usaha sampai urusan kematian, masyarakat tidak bisa menghindar dari birorkasi. Ketergantungan masyarakat sendiri terhadap birokrasi juga masih sangat besar.
Ditinjau dari aspek kebudayaan, aparatur birokrasi memiliki status sosial yang tinggi di tengah masyarakat. Status sosial tersebut merupakan aset kekuasaan, karena orang cenderung mau tunduk pada orang lain yang memiliki status sosial lebih tinggi.
Dalam kaitan penyelenggaraan pemerintahan, dengan sifat dan lingkup pekerjaannya, birokrasi menguasai aspek-aspek yang sangat luas dan strategis. Birokrasi menguasai akses-akses sumber daya alam, anggaran, pegawai, proyek-proyek, serta menguasai akses pengetahuan dan informasi yang tidak dimiliki pihak lain.
Dengan posisi dan kemamampuan besar yang dimilikinya tersebut, birokrasi bukan saja mempunyai akses yang kuat untuk membuat kebijakan yang tepat secara teknis, tetapi juga mendapat dukungan yang kuat dari masyarakat dan dunia usaha.
Birokrasi dengan aparaturnya juga memiliki berbagai keahlian teknis yang tidak dimiliki oleh pihak-pihak non birokrasi, seperti dalam hal perencanaan pembangunan, pengelolaan infrastruktur, penyelenggaraan pendidikan, pengelolaan transportasi dan lain-lain.
Birokrasi di Indonesia juga memegang peranan penting dalam perumusan, pelaksanaan, dan pengawasan berbagai kebijakan publik, serta dalam evaluasi kinerjanya. Dari gambaran di atas nyatalah, bahwa birokrasi di Indonesia memiliki peran yang cukup besar. Besarnya peran birokrasi tersebut akan turut menentukan keberhasilan pemerintah dalam menjalankan program dan kebijakan pembangunan
Jika birokrasi buruk, upaya pembangunan akan dipastikan mengalami banyak hambatan. Sebaliknya, jika birokrasi bekerja secara baik, maka program-program pembangunan akan berjalan lebih lancar. Pada tataran ini, birokrasi menjadi salah satu prasyarat penting keberhasilan pembangunan.

Di tengah posisinya yang cukup strategis, birokrasi di Indonesia sulit menghindar dari berbagai kritik yang hadir yaitu:
1.      Buruknya pelayanan publik
2.      Besarnya angka kebocoran anggaran negara
3.      Rendahnya profesionalisme dan kompetensi PNS
4.      Sulitnya pelaksanaan koordinasi antar instansi
5.      Masih banyaknya tumpang tindih kewenangan antar instansi, aturan yang tidak sinergis dan tidak relevan dengan perkembangan aktual, dan masalah-masalah lainya.
6.      Birokrasi juga dikenal enggan terhadap perubahan, eksklusif, kaku dan terlalu dominan, sehingga hampir seluruh urusan masyarakat membutuhkan sentuhan-sentuhan birokrasi
7.      Tingginya biaya yang dibebankan untuk pengurusan hal tertentu baik yang berupa legal cost maupun illegal cost, waktu tunggu yang lama, banyaknya pintu layanan yang harus dilewati dan tidak berperspektif pelanggan.
Dalam survei Doing Business 2009 yang dibuat oleh International Finance Corporation (IFC) di 181 negara, Indonesia berada pada urutan 129. Survei yang dilakukan terhadap 10 indikator berusaha, yaitu: starting a businessdealing with construction permitsemploying workers,registering propertygetting credit, dan protecting investor.
Selain itu paying taxestrading across bordersenforcing contract serta closing a business.

Dari kesepuluh indikator tersebut, Indonesia hanya mengalami kemudahan berusaha dalam halgetting credit, yakni kemudahan memperoleh kredit yang merupakan buah kerja Bank Indonesia yang mememberikan kemudahan dan informasi institusi keuangan, termasuk profil risiko peminjam.
Posisi Indonesia berada jauh di bawah Thailand yang menduduki peringkat 13, Malaysia di urutan 20, dan Vietnam posisi ke 92.
            Indonesia hanya sedikit di atas Kamboja dengan peringkat 135 dan Filipina dengan urutan 140. ASEAN perlu berbangga karena negeri jiran, Singapura, mempertahankan posisinya di peringkat pertama, disusul urutan berikutnya Selandia Baru, AS, Hong Kong, dan Denmark.
R Nugroho Dwijowiyoto (2001) menyatakan kondisi riil birokrasi Indonesia saat ini, digambarkan sebagai berikut :
1.      Secara generik, ukuran keberhasilan birokrasi sendiri sudah tidak sesuai dengan tuntutan organisasional yang baru. Di Indonesia, birokrasi di departemen atau pemerintahan paling rendah, yang diutamakan adalah masukan dan proses, bukan hasil. Karenanya, yang selalu diperhatikan oleh para pelaku birokrasi adalah jangan sampai ada sisa pada akhir tahun buku.
2.      Birokrasi kita tidak pernah menyadari bahwa ada perubahan besar di dunia. Di mana semua hal harus mengacu kepada pasar, bisnis harus mengacu kepada permintaan pasar, dan kalau mau berhasil dalam kompetisi ia harus mampu melayani Pasar birokrasi adalah seluruh masyarakat, yang dilayani oleh birokrasi bukannya pejabat pemerintahan atau pimpinan birokrasi itu sendiri, tetapi rakyat.
3.      Birokrasi sangatlah commanding dan sentralistik, sehingga tidak sesuai dengan kebutuhan zaman mondial kini dan masa depan, di mana dibutuhkan kecepatan dan akurasi pengambilan keputusan.












BAB III
PENUTUP
a.       Kesimpulan
Birokrasi adalah alat kekuasaan bagi yang menguasainya, dimana para pejabatnya secara bersama-sama berkepentingan dalam kontinuitasnya Birokrasi juga memegang peranan penting dalam perumusan, pelaksanaan dan pengawasan berbagai kebijakan publik, termasuk evaluasi kinerjanya. Birokrasi pada pemerintahan sebagai penyelenggara pelayanan publik sering atau selalu dikeluhkan karena ketidak efisien dan efektif. Untuk mendorong terbentuknya suatu pemerintahan yang bersih dan berwibawa maka segenap aparatur pemerintah (birokrat) wajib melaksanakan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Kekuatan birokrasi Indonesia sebenarnya bisa menjadi mesin penggerak yang luar biasa apabila mampu didayagunakan untuk memajukan kesejahteraan rakyat.
Administrasi negara sebagai organ birokrasi negara adalah alat-alat negara yang menjalankan tugas-tugas negara, diantaranya menjalankan tugas pemerintahan. Pemikiran ini mengasumsikan bahwa pemerintah tidak selalu sama dengan negara dan karenanya aparat negara bukanlah selalu aparat pemerintah.
Birokrasi merupakan alat negara yang perlu memiliki aturan main sendiri dan didukung oleh perundang-undangan tersendiri, oleh karena itu korelasi antara birokrasi dan eksekutif harus diatur sedemikian rupa sehingga birokrasi menjadi sungguh-sungguh bekerja sebagai abdi negara dan bukan sebagai abdi kekuasaan.



b.      Saran
Penulis sangat berharap Semoga dengan adanya  makalah ini dapat bermanfaat dan dapat menambah wawasan bagi para pembaca, karena isi dalam makalah ini banyak membahas tantang sejarah peran Birokrasi pada era ORLA, ORBA dan Revormasi yang dapat membuka wawasan kita dalam mengenal kejadian-kejadian pada masa lampau.



Daftar Pustaka
Ø  Prof,Dr.Miftah Thoha,Mpa. Birokrasi Politik PT.Raja Grafindo Persada
Ø  Farchan Bulkin. Analisa Kekuatan Politik Indonesia,